emsieH
Bercerita
tentang cinta monyet pastinya akan sangat menyenangkan. Mungkin penafsiranku
tentang cinta monyet adalah suka sama suka tanpa memikirkan hal-hal serius
tentang hubungan tersebut. Cinta sederhana yang hanya dibumbui dengan konflik sederhana
saat memasuki tahap cinta monyet menjadikan hal tersebut lebih indah
dibandingkan dengan cintanya orang yang sering bertengkar dalam hubungan
percintaan. Ini adalah cerita tentang temanku saat SD. Iya sekecil itu sudah
terjangkit cinta monyet. Karena hanya anak kecil saja yang boleh mengalami
cinta monyet. Jika sudah remaja atau hendak menikah maka cintanya harus naik
level dan dinamakan cinta sejati.
Kira-kira
hal tersebut bermula ketika duduk di bangku kelas 2 SD. Ada seorang temanku
yang gayanya biasa saja. Tidak ganteng namun juga tidak bisa dibilang jelek.
Dia orangnya tidak mudah diatur tetapi juga tidak nakal. Laki-laki yang berada
di kelas kami semuanya tunduk kepada yang kuat dan berbadan besar sepertiku.
Semua tunduk kecuali dia. Iya temanku yang satu itu. Sebenarnya badanku lebih
besar dari dia namun sepertinya dia tidak punya rasa takut kepadaku. Itulah
yang membuatku untuk tidak bisa menjadikannya tunduk padaku.
Meskipun
dia tidak takut kepadaku hubungan pertemanan kami tidaklah merasa terganggu.
Namun sepertinya dia lebih suka bersenda gurau dengan teman cewek
disekelilingnya. Di kelas kami tidak ada peraturan tentang tempat duduk. Hanya
saja yang lebih dulu yang mendapatkan posisi tempat duduk tersebut. Dia memang
jagonya membuat bahan lelucon dengan teman disekitarnya. Sampai suatu ketika
dia duduk didepan temanku yang bernama Tiva.
Tiva
sering tertawa akibat lelucon yang dibuat oleh temanku yang duduk didepannya.
Saat itu dia sedang memainkan tas koper kecilnyanya. Dengan tas itu dia
menaikkan gagang tas dan membentuk sebuah kotak dan dia imajinasikan seperti
layar televisi. Temanku memperagakan peran seperti presenter berita yang dia
pelesetkan sehingga membuat Tiva terhibur atas perbuatan temanku itu.
Hal
tersebut berlangsung selama seminggu. Aku rasa mereka menjadi semakin dekat dan
sudah terjangkit virus cinta monyet. Ada sedikit rasa iri yang timbul dihatiku.
Suatu ketika saat mereka sedang bergurau aku mengolok-oloki mereka. Dengan
kerasnya aku menyoraki mereka sedang berpacaran. Sontak teman-temanku lainnya
juga menyoraki mereka. Hal tersebut membuat temanku merasa sangat malu sehingga
seluruh wajahnya memerah seperti udang rebus. Dia berlari menuju kamar mandi
untuk menghindari sorak-sorakan dari temanku. Ah aku berpikir tidak mungkin
temanku itu menangis hanya karena sebuah olokan kecil itu.
Awalnya
apa yang telah kuperbuat hanya masalah sepele. Namun ternyata itulah akhir dari
kebersamaan mereka. Setelah hari itu aku tidak pernah melihat mereka duduk
berdekatan. Bahkan jarang sekali kulihat mereka mengobrol bersama. Pernah
sesekali mereka mengobrol. Tetapi obrolan mereka hanya sebatas obrolan yang
menghina satu sama lain. Kulihat mereka memang tidak pernah akur sejak pertama
kali aku mengoloki mereka sebagai sepasang kekasih.
Hal
tersebut terjadi selama bertahun-tahun. Aku tak tahu kapan mereka bisa akur
kembali seperti dulu. Tetapi ketika kami berada di kelas 5 SD aku mengetahui
sesuatu. Aku tak sengaja membaca sebuah catatan milik Tiva. Dalam catatan
tersebut dia menceritakan bagaimana perasaannya kepada temanku itu. Aku sungguh
menyesal membuat mereka menjadi seperti ini. Tiva merasa seperti tersiksa. Dia
tidak ingin bermusuhan dengan temanku dan ingin akur. Namun saat Tiva mencoba
untuk akur teman-teman disekitarnya meledek mereka dan ledekan itu berakibat
temanku menghindar dari Tiva. Gagal sudah harapan Tiva untuk dekat dengan
temanku yang ternyata dia sukai.
Aku sudah
jelas-jelas mengetahui bahwa Tiva menyukai temanku. Tapi aku sulit untuk
mengetahui bahwa temanku menyukai Tiva atau tidak. Namun aku berfikir bahwa
temanku juga menyukai Tiva walaupun rasa suka itu dibalut dengan pertengkaran
mereka. Temanku itu memang pandai menyembunyikan perasaannya. Selama SD dia
bersikap supel kepada semua teman sekelasnya kecuali 2 orang. Sudah bisa
ditebak bahwa salah satunya adalah Tiva dan satunya lagi adalah teman kami yang
paling pintar dikelas. Mengenai Tiva aku sudah tahu penyebabnya tetapi aku
tidak tahu mengenai hubungan antara temanku dengan si pintar itu.
Aku sangat
menyesal telah mengejek meraka yang menjadi penyebab dari permusuhan mereka.
Maafkan aku yang sudah merusak hubungan kalian. Maafkan aku menjadikan Tiva
bersikap seperti benci dihadapannya. Maafkan aku membuat Tiva merasakan sakit
karena harus melakukan apa yang seharusnya dia tidak perlu lakukan. Maafkan aku
yang membuat jarak diantara mereka. Maaf
Komentar
Posting Komentar