Daily Life of santri
Bismillah niat nggawe tulisan. Mengutarakan apa yang
dipikirkan
Cerita ini ditulis ulang dari buku Vocab saat di MAN 2 KUDUS
karena kondisi bukunya sudah termakan rayap.
Berawal dari hari pertamaku memasuki sebuah pondok. Pondok
bersar yang dihuni oleh santriwan-santriwati dari berbagai daerah. Walau berat
rasanya untuk berpisah dengan rumah, orang tua sampai anaknya tetangga, aku
rela melepaskan semua nikmat duniawi di rumah dengan mencari ilmu di daerah nan
jauh di mato...
Dengan
butiran-butiran air mata aku melangkah menuju pondok. Ayahku memberikan bekal
berupa uang saku, peralatan tidur, peralatan mencuci hingga peralatan mandi.
Semua kubawa dan kumasukkan ke dalam 1 koper besar dan sebuah ransel. Tak lupa
pula sedikit pasir yang terbungkus plastik bening. Dengan tampang plonga-plongo
aku menanyakan pasir itu.
“yah,
pasirnya kangge nopo nggih?”.
“Itu
adalah pasir dari rumah, nanti ditaburke ke pekarangan pondok biar amu kerasan
di pondok.”
Apa-apaan
ini, gak masuk akal banget. Apakah semua santri disini melakukan ini?. berarti
di pondok ini ada berbagai tanah yang dibawa oleh ribuan santri terdahulu
maupun yang masih disini.
Malam
pertama di pondok itu berat sekali. Aku tidak menangis sih, namun aku merasa
tidak nyaman dengan orang yang belum kukenal. Ketika waktu tidur, sangat sulit
untuk tidur bersama puluhan orang. Walaupun waktu SD pernah mengikuti program
pesantren kilat dan tidur bersama banyak orang, tetapi disini berbeda. lebih
parah, lebih sesak dan lebih pengap. Meskipun aku tidur di ruangan yang luas
namun aku serasa tidur di kamar seluas 2x1 meter saja. Perlu diingat, tidurku
itu hanya dengan alas kasur palembang yang bisa digulung dan mudah dibawa.
Tidak ada bale, spring bed atau apapun yang mewah seperti di
rumah atau kos-kosan.
Hari pertama
dimana banyak santri baru yang masih ditemani oleh orang tuanya. Tetapi berbeda
dengan orang tuaku. Mereka sudah meninggalkanku sejak hari pertama masuk
pesantren santri yang ditemani orang tuanya otomatis tidurnya di sebelah
anaknya. Pastinya kamar akan serasa sesak sekali. Kakiku tertindih oleh kaki
dari salah satu wali santri. Alhasil keesokan harinya badan dan kakiku pegal
dan masih terasa mengantuk akibat tidurku yang tidak nyenyak.
Padahal hari
itu adalah jadwal santri baru untuk mengikuti tes memasuki madrasah. Yah
walaupun semuanya akan diterima tetapi santri baru yang berjumlah kira-kira 300
orang harus mengikuti tes ini untuk mengukur kemampuan. Tes yang diajukan
adalah tentang ilmu nahwu shorof yang dasar. Dengan pertanyaan menggunakan
huruf pegon. Huruf yang ditulis dengan tulisan arab namun bahasanya jawa dan
indonesia. Sebelumnya aku pernah belajar nahwu shorof di diniyah, tetapi aku
jarang memerhatikan pelajaran diniyah dan sering bolos. Aku menjawab semua soal
dengan asal menyilang indah.
Keesokan
harinya papan pengumuman yang berada di madrasah dipenuhi oleh santri baru.
Mereka ingin melihat dimana kelas mereka berada. Ketika aku mencari namaku di
papan pengumuman, aku mendapat namaku di kelas 7E. Denger-denger dari temanku,
kedudukan kelas itu tergantung dari hasil nilai tes kemarin. Aku di kelas 7E.
Padahal kelasnya dari 7A sampai 7F. Tidaaaaaakk... berarti nilaiku jelek banget.
Tetapi walaupun begitu aku optimis. Apapun kelas yang kutempati, aku akan
belajar sungguh-sungguh!!
But reality
is not like my word!
Minggu pertama Males nulis فيكون
. Jadinya nulis latin
Minggu kedua yee udah bisa nulis pegon cepet
tapi gk isa dibaca
Ooooh..sulitnya
hidup ini..!!
Minggu ketiga Pengen pulang
Minggu ke”4” Males-malesan. Gak pengen belajar
tapi pengen mainan(tapi dipondok gk tau bisa main apaan)
Sehabis pulang sekolah baca novel
Ngantri mandi baca novel
Saat makan baca novel
Mau nyuci pakaian baca novel
Mau tidur baca novel
waktu belajar wajib baca novel
Saking seringnya baca novel aku sampai dicap kutu buku
saat itu. padahal biasanya kutu buku sering digunakan pada orang pintar yang
selalu baca buku pelajaran. Berbeda denganku yang baca novel untuk
menghilangkan rasa bosan dan malah jarang belajar. Namun karena sudah
keseringan baca novel aku mulai beralih membaca komik. Pagi, siang, sore, malam
bacanya komik mulu hingga aku gk pernah belajar, gk pernah menghafalkan alfiyah
dan lain-lain.
Suatu
saat datanglah MID semester I. Saat itu dibukanya tempat cicilan setoran
alfiyah. Targetku sebagai santri baru harus menghafalkan 80 nadhom. Namun
karena aku santri malas aku baru hafal 60 bait saja. Berarti kurang 20 bait.
Seketika itu aku langsung menghafalkan kekurangannya. Finally aku bisa setoran
juga...(alhamdulillah yah)
Seusai MID Semester pihak madrasah
memberi hari libur selama 2 hari bagi semua santri(Semua santri yang tidak
remidi). Aku melihat papan pengumuman yang menempelkan siapa saja yang terkena
remidi. Setelah kulihat ada 1 nama yang mencolok disana. Santri yang bernama
‘ABIQ MUHAMMAD FAESAL mendapatkan remidi 3 mapel yaitu nahwu, hadis, dan
ta’limul muta’alim. Tidaaaaakkk....!!! dan sialnya remidi itu tidak pada hari
yang sama. Itu membuatku merasakan 2 hari libur sebagai hari remidi ;( .
HARI LIBUR?? THAT’S BULLSHIT!!
Yah kalau
begini terpaksa harus berangkat sekolah ditengah para santri yang masih
enak-enakan menikmati hari libur. Aku yang pagi-pagi sudah rapi lengkap dengan
seragam dan songkok hitam di kepala hendak menuju ke sekolah. Hal itu yang
membuatku terlihat mencolok bagi santri lain yang masih klumprut dengan
sarung yang dikalungkan di badannya dan pastinya belum mandi. Mereka sudah
menyadari bahwa jika ada santri yang berseragam rapi di hari libur pasti karena
remidi. Kmvrt.
“Remidi njeh kang?” tanya seorang kang pondok dengan
nada agak meledek.
“Njeeeeh kang”. Jawabku ketus.
Komentar
Posting Komentar